Kubu Raya (SOROT POST) -Perjalanan gugatan Umar, terhadap tergugat Anuar Ahli Waris M. Said Ibrahim di Pengadilan Negeri Mempawah atas Hak kepemilikan tanah SHM No. 32 atas Nama Umar berakhir dengan Keputusan Hakim Neat Ontvankelijke Verklaard (NO) alias gugatan Umar tidak diterima/tidak ditindaklanjuti. Alasannya NO menurut Hakim yang diketuai Erly Yansyah, SH dengan Anggotanya Anwar W. M Sagala, SH dan Wenda Kresnantyo, SH berdasarkan salinan putusan Pengadilan Negeri Mempawah No 2/PDT.G/2020/PN Mpw, Surat kuasa khusus kuasa hukum penguggat cacat secara formil dan gugatan penggugat kurang pihak. Dengan keputusan NO tersebut jelas menuai tanggapan, pertanyaan dan dugaan dari berbagai pihak, tak terkecuali Helmi Umar, SH, putra sulung Penggugat Umar dan kuasa hukumnya Yulianti, SH.
Kepada media ini Selasa, (8/9/2020) Helmi Umar, SH, mengungkapkan kalau Putusan Hakim Pengadilan Negeri Mempawah kontroversial dan diduga ada “main mata” dengan pihak terggugat, karena putusan itu tidak sesuai dengan fakta persidangan dan sumber hukum formal yakni Yyurisprudensi Mahkamah Agung (pengetahuan aturan hukum dalam peradilan).
Diungkapkannya dalam fakta persidangan yang diikutinya selama kurang lebih 18 kali, pihak tergugat mulai dari eksepsi, provisi, pokok perkara, duplik, bukti surat terggugat, penghadiaran saksi hingga sidang lapangan (PS) jelas lemah secara hukum dan tidak memiliki dasar kuat untuk membuktikan kepemilikannya secara sah terhadap SHM 32 yang katanya telah dibeli dari penggugat atau orang tua kandungnya yaitu Umar.
Bahkan dalam duplik di pokok perkara terggugat malah memunculkan bukti lain selain bukti Akta Jual Beli Tanah Tahun 1996, bahwa Umar telah menjual kepada M. Said Ibrahim, berdasarkan salinan akta jual beli tanah No.06/Ag.200/1981 tertanggal 4 Februari 1981. Yang menjadi pertanyaan, kenapa harus terbit lagi akta jual beli tanah No. 594.4/03/SA/Tahun 1996 tertanggal 23 Januari 1996 yang menyebutkan Umar menjual kembali kepada M. Said Ibrahim.
“Jika di Tahun 1981 Umar telah menjual tanahnya kepada M. Said Ibrahim seharusnya di tahun 1996 bukan Umar yang menjual namun M. Said Ibrahim yang punya hak menjual kepada Trisnayani atau kepada orang lain. Ini kok muncul nama Umar menjual kepada M. Said Ibrahim dan Trisnayani, artinya salinan akta jual beli tanah Tahun 1981 sebenarnya tidak ada, namun diada-adakan atau yang lebih tegas direkayasa,” terangnya.
Lebih lanjt dibeberkannya, akta jual beli tanah tahun 1996 yang diterbitkan oleh PPAT Kecamatan Sungai Ambawang jelas cacat hukum dan direkayasa oleh oknum yang tidak bertanggung jawab, karena Umar selaku pemilik SHM No. 32 tidak pernah menjual dan tidak pernah hadir dalam transaksi jual beli di PPAT Kecamatan Sungai Ambawang, alhasil tanda tangannya telah dipalsukan dan terbukti juga tidak terlampir foto copy KTP nya di akta jual beli tersebut. Hal ini terungkap berdasarkan temuan penggugat dalam lampiran akta jual beli tanah yang telah diarsipkan oleh BPN Kabupaten Kubu Raya.
Selanjutnya dalam fakta persidangan, tergugat tidak mampu menghadirkan satu orangpun saksi dan dalam sidang lapangan (PS) tidak ada pihak lain yang komplain saat penunjukan batas-batas lokasi yang diperkarakan. Hanya pernyataan tergugat kalau sebagian tanah telah dijual dan dimiliki orang lain, namun ketika ditanya oleh kuasa hukum penggugat mana bukti akta jual beli tanahnya tergugat malah menjawab masih dalam proses. “Sungguh tak masuk di akal dan jelas mengada-ngada alias asbun,” koar Helmi.
Dengan fakta-fakta tersebut dapat disimpulkan kalau pihak tergugat sudah jelas cacat hukum dalam penguatan bukti-bukti kepemilikan tanah, karena faktanya dasar hukum kepemilikannya hanya direkayasa oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab sehingga sangat wajar jika satupun manusia tak ada yang berani menjadi saksi tergugat.
“Yang jelas, sebagai ahli waris Umar dalam perkara sengketa tanah ini Kami tidak akan tinggal diam walaupun telah menerima kenyataan pahit proses hukum di PN Mempawah. Mungkin karena keterbatasan materi dan akomodasi serta loby, kalau boleh dipertegas lagi Kami akan mencari jalan lain walaupun nyawa taruhanya. Kami merasa benar dan berhak atas tanah tersebut karena Umar, orang tua Kami tidak pernah sekalipun menjual atau memindahkan tanah tersebut kepada orang lain termasuk kepada M. Said Ibrahim. Enak benar tanah orang tua Kami mereka main rampas begitu saja. Mengaku memiliki namun tak pernah membeli,” kesalnya.
Melalui media ini Helmi, meminta kepada Badan Pengawas Peradilan Indonesia, yaitu Bawas Mahkamah Agung agar turun menyelidiki kinerja Hakim Pengadilan Negeri Mempawah dan meninjau ulang Putusan Hakim yang di Ketuai Erly Yansyah, SH, Anwar W.M Sagal, SH (anggota) dan Wienda Kresnantyo, SH (anggota) karena ada dugaan dan sinyalir suap.
Dikesempatan lain Yulianti, SH, kuasa hukum Penggugat Umar, juga menyayangkan keputusan Hakim PN Mempawah Nomor 2/PDT.G/2020/PN MPW yang memutuskan NO atau tidak menerima gugatan penggugat dengan alasan Surat Kuasa Khusus Kuasa Hukum penggugat cacat secara formil karena tidak jelas kedudukan tergugat dalam perkara dan gugatan penggugat kurang.
Padahal menurutnya dalam isi gugatan sudah tertulis secara jelas dan tegas pihak-pihak yang digugat dan kedudukannya dalam perkara secara spesifik dan kongkrit, namun entah kenapa Hakim mengabaikan dan menganggap tidak ada dalam isi gugatan dan eksepsi selaku Penggugat.
Selain itu alasan Hakim yang lain yaitu kurang pihak, adalah tidak mendasar karena dalam aturan yurisprudensi Mahkamah Agung tanggal 25 November 1975 Nomor 576 K/Sip/1973 mengatur bahwa dibenarkan juga secara hukum menggugat salah satu ahli waris yang merupakan perwakilan dari ahli waris yang lainnya dan lagi pula dalam perkara ini sesuai Yurisprudensi yang mengatur gugatan tentang Perbuatan Melawan Hukum (PMH) bukan gugatan kepemilikian atau sertifikat melawan sertifikat. “Jadi kurang tepat Hakim mengatakan kurang pihak dalam gugatan Kami tersebut dan perkara seperti ini juga sudah sering dijumpai dipersidangan-persidangan dalam perkara yang lain. Dan jelas dibenarkan dan mempunyai kekuatan hukum tetap. “Dengan keputusan Hakim PN Mempawah ini, tentu Kami akan mengambil langkah banding dengan harapan meski keadilan hukum tidak kami dapatkan di PN Mempawah, semoga keadilan sejati dapat kami raih di Pengadilan Tinggi Pontianak,” harapnya. (kli)